Pengertian Karakter Siswa -
Karakteristik berasal dari kata
karakter yg berarti perilaku watak, pembawaan, atau adat yg di punyai oleh individu yg relatif tetap(Pius Partanto, Dahlan, 1994)
Karakteristik yaitu mengacu terhadap karakter dan pola hidup seorang pula nilai-nilai yg berkembang dengan cara rutin maka perilaku jadi lebih tetap dan gampang di saksikan.(Moh. Uzer Usman,1989)
Peserta Didik atau anak didik ialah tiap-tiap orang yg menerima pengaruh dari seorang atau sekelompok orang yg menjalankan pendidikan.
Siswa yaitu unsur mutlak dalam gerakan pertalian edukatif lantaran juga sebagai pokok persoalan dalam seluruhnya aktifitas pembelajaran (Saiful Bahri Djamarah, 2000)
Karakateristik Siswa
Total pola kelakuan & kebolehan yg ada terhadap peserta didik yang merupakan hasil dari pembawaan dari lingkungan sosialnya maka tentukan pola kegiatan dalam mendapatkan cita-citanya (Sudirman,1990)
Karakteristik Siswa merupakan aspek-aspek atau mutu perseorangan siswa yg terdiri dari ketertarikan, sikap, motivasi menggali ilmu, gaya menuntut ilmu kekuatan berfikir, & kebolehan awal yg dimiliki(Hamzah. B Uno.2007)
Manfaat Analisis Karakteristik Siswa
- Guru sanggup mendapati mengenai kapabilitas awal peserta didik sbg landasan dalam memberikan materi baru & lanjutan.
- Guru bakal mengatahui mengenai luas & type pengalaman menuntut ilmu peserta didik, faktor ini berpengaruh kepada daya serap peserta didik pada materi baru yg bakal di sampaikan.
- Guru sanggup mengetahui latar belakang sosial & keluarga peserta didik. Meliputi tingkat pendidikan orangtua, sosial ekonomi, emosional & mental maka guru mampu menajjikan bahan pula metode lebih sesuai & efisien.
- Guru sanggup Mengetahui tingkat pertumbuhan & perkembangan & aspirasi & kepentingan peserta didik.
- Mengetahui tingkat penguasaan yg sudah di peroleh peserta didik pada awal mulanya
Klasifikasi Karakter Siswa
Pribadi & lingkungan
Usia, Tipe kelamin, Kondisi ekonomi orang sepuh, Kebolehan pra sekolah, Lingkungan ruang tinggal
Psikis
Tingkat Kecerdasan, Perkembangan jiwa anak, Modalitas mempelajari, Motivasi, Bakat & ketertarikan
Klasisikasi karakter Siswa berdasarkan potensi
Aliran yang berkenaan dgn potensi manusia menerima pendidikan
- Nativisme - Arthur Schopenhour dari Jerman (1788-1860) anak yg baru lahir mengambil bakat kesanggupan & sifat-sifat tertentu
- Empirisme - Manusia itu dalam perkembangan pribadinya semata-mata ditentukan oleh dunia diluar dia. John Locke (1632-1704) dari Inggris dgn teorinya “Tabula Rasa”
- Konvergensi - William Stern (1871-1938), yg menyampaikan : “kemungkinan-kemungkinan yg diboyong lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib dgn tempat permainan. Dalam ruang permainan itulah letaknya pendidikan dalam arti seluas-luasnya
Klasifikasi Kecerdasan
> 140 = Genius
130 – 139 = Amat Pandai
120 – 129 = Pandai
110 – 119 = diatas Normal
90 –109 = Normal/Sedang
80 – 89 = dibawah Normal
70 – 79 = Bodoh
50 – 69 = Feeble Minded : Moron
< 49 = Feeble Monded : Imbicile/Idiot
MODALITAS Mencari Ilmu :
Peserta Didik VISUAL N :
1. Rapi & rutin
2. Berkata bersama segera
3. Mementingkan tampilan, baik dlm baju ataupun presentasi
4. Rata-rata tak terganggu oleh keributan
5. Lebih menyukai membaca daripada dibacakan
6. Mencoret-coret tidak dengan arti sewaktu bicara di telpon/kuliah
7. Lebih senang demonstrasi daripada berpidato
8. Tidak Jarang menjawab pertanyaan bersama jawaban singkat, ya/tidak!
9. Memiliki masalah buat mengingat instruksi verbal kecuali seandainya ditulis, & tidak jarang kali minta pertolongan orang buat mengulanginya
10. Mengingat apa yg dipandang daripada apa yg didengar, dll
SISWA AUDITORIAL O :
1. Berkata terhadap diri sendiri ketika bekerja
2. Enteng terganggu oleh keributan
3. Menggerakkan bibir & mengucapkan tulisan di buku disaat membaca
4. Merasa kesusahan utk posting, tapi hebat dalam bercerita
5. Lebih menyukai gurauan lisan daripada komik
6. Bicara dalam irama terpola
7. Menggali Ilmu bersama mendengarkan & mengingat apa yg didiskusikan daripada yg diliat
8. Menyukai bicara, senang berdiskusi & memaparkan sesuatu panjang lebar
9. Bakal menirukan warna, irama & suara nada, dll
Peserta Didik KINESTETIK N :
1. Berkata dgn perlahan
2. Menyikapi perhatian fisik
3. Menyentuh orang buat mendapat perhatian mereka
4. Berdiri dekat diwaktu berkata bersama orang
5. Senantiasa berorientasi kepada fisik & tidak sedikit bergerak
6. Menghafal secara terjadi & menonton
7. Memanfaatkan jari yang merupakan tips waktu membaca
8. Tidak Sedikit memanfaatkan isyarat badan
9. Memiliki perkembangan awal otot-otot yg gede
10. Susah mengingat peta kecuali bila beliau sempat berada di ruangan itu
11. Bisa Jadi tulisannya buruk
12. Tak mampu duduk diam buat diwaktu lama
Dr. I Made Candiasa, Meter.I.Komp., dekan FPTK IKIP Negara Singaraja, dalam suatu orasi buat perkenalan jadi guru gede di kampusnya awal minggu ini mengungkapkan karakteristik peserta didik dalam suatu kelas atau sekolah itu teramat bermacam macam. Maka diwaktu lakukan proses belajar-mengajar, tiap-tiap peserta didik sebaiknya menerima perlakuan individu dgn pendekatan yg berbeda-beda antara satu peserta didik bersama peserta didik yang lain.
Buat itu, Candiasa yg lahir di Banjar Penasan, Klungkung 30 Juni 1960 ini menawari model pembelajaran yg khas dalam keberbhinekaan pendidikan. Model ini cobalah mengakomodasi perbedaan karakteristik siswa, biar dapat beradaptasi bersama keadaan peserta didik yg beraneka.
Dosen yg serta ahli di sektor matematika ini menuturkan peserta didik mempunyai karakteristik yg berbeda-beda & mesti diakomodasi dalam pembelajaran, supaya diperoleh hasil menggali ilmu yg optimal. Psikologi bersama beraneka ragam cabangnya sudah mengidentifikasi banyak sekali variabel yg mengindikasikan perbedaan individu & mempengaruhi proses mencari ilmu, seperti kecerdasan, keberbakatan, gaya kognitif, gaya berpikir, daya adopsi, ketahan-malangan, & kebolehan awal.
Soal kecerdasan telah sejak lama jadi bahan pertimbangan dalam pembelajaran. Menurut Candiasa, teori hal tunggal dari Binet-Simon mendeskripsikan kecerdasan dalam satu score umum tunggal (overall single skor) yg dinamakan intelligence quotient (IQ), sedangkan Spearman bersama teori dua perihal mendeskripsikan kecerdasan jadi dua aspek kekuatan yg berdiri sendiri, yakni factor umum (general) & aspek kusus (specific). ''Sekalipun teori aspek tunggal & teori dua aspek mengizinkan penyeragaman proses pembelajaran, tetapi bakal lebih baik kalau individu bersama IQ yg berlainan memperoleh pelayanan pembelajaran yg tidak serupa,'' kata Candiasa. Bahkan, lanjut Candiasa, pemberagaman pembelajaran akibat perbedaan kecerdasan menguat sesudah Thurstone mendeskripsikan kecerdasan & keberbakatan (aptitude) jadi sekian banyak factor kebolehan yg dikenal bersama elemen ganda (multiple factors), yakni kapabilitas verbal (verbal comprehension), kebolehan berhitung (number), kekuatan geometris (spatial relation), kelancaran kata (word fluency), ingatan (memory), & penalaran (reasoning).
Kemudian, tuntutan keberagaman pembelajaran lebih kelihatan lagi kepada teori kecerdasan ganda (multiple intelligence) dari Gardner. Teori kecerdasan ganda menyebutkan bahwa kecerdasan & keberbakatan manusia terdiri atas tujuh komponen yg semiotonom, yakni kecerdasan musik (musical intelligence), kecerdasasan bodi-kinestetik (bodily-kinesthetic intelligence), kecerdasan logika-matematika (logical-mathematical intelligence), kecerdasan tempat (spatial intelligence), kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence), & kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence). Nah, supaya diperoleh hasil menggali ilmu yg optimal, kecerdasan yg tidak sama mesti meraih pelayanan pembelajaran yg tidak sama serta.
Tidak Cuma kecerdasan, menurut Candiasa, gaya kognitif pula pass kuat pengaruhnya pada proses pembelajaran. Sama Seperti disebutkan oleh Witkin yg membedakan individu berdasarkan gaya kognitifnya jadi individu field independent & individu field dependent.
Individu field independent condong berpikir analisis, mereorganisasi materi pembelajaran menurut keperluan sendiri, merumuskan sendiri maksud pembelajaran dengan cara internal & lebih mengutamakan motivasi internal. Di lain pihak, individu field dependent condong berpikir global, mengikuti struktur materi pembelajaran apa adanya, mengikuti maksud pembelajaran yg ada & lebih mengutamakan motivasi eksternal.
Gejala psikologis lain yg bakal membedakan individu dalam proses belajarnya yaitu gaya berpikir. Gaya berpikir erat kaitannya dgn fungsi belahan otak. Candiasa mengutip Koestler & Clark yg menyatakan bahwa belahan otak kanan lebih bersifat lateral & divergen, sedangkan belahan otak kiri lebih bersifat vertikal & konvergen.
Masing-masing belahan otak bertanggung jawab kepada trick berpikir, & masing-masing memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu, meskipun ada sekian banyak persilangan & pertalian tertentu. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier, & rasional, sedangkan proses berpikir otak kanan bersifat acak, tak rutin, intuitif, divergen, & holistik. Daya adopsi individu serta tidak serupa & pun berpengaruh pada proses pembelajaran. Rogers, menurut Candiasa, membedakan individu berdasarkan daya adopsinya jadi empat group, merupakan adopter, mayoritas awal (early majority), mayoritas akhir (late majority), & pembelot (laggard). Individu yg masuk group adopter senantiasa mempelopori penerimaan inovasi. Grup mayoritas awal memerima inovasi jikalau telah kira kira 30 % individu yang lain menerima. Grup individu mayoritas akhir bersedia menerima inovasi sesudah 60 % individu yang lain. Grup individu pembelot yakni grup individu yg paling sukar menerima inovasi. kemudian, berawal dari kegagalan individu cerdas & berbakat dalam usahanya, ditemukan variabel ketahan-malangan (adversity) yg akan mempengaruhi gerakan individu, termasuk juga mencari ilmu.
Ketahan-malangan yakni daya tahan individu buat menghadapi tantangan. Di sini Candiasa mengutip Stoltz yg membedakan individu berdasarkan ketahan-malangan yg dipunyai jadi tiga group, merupakan penjelajah (climber), penunggu (camper), & penyerah (quitter). Individu penjelajah senantiasa mau maju seberapa pula ganjalan yg dialami. Individu penunggu, buat berbuat sesuatu senantiasa menunggu kesuksesan individu yang lain. Individu penyerah yaitu individu yg tak berupaya utk maju & condong menyerah sebelum berikhtiar.
Kebolehan awal peserta serta mesti mendapat pertimbangan dalam proses pembelajaran. Kekuatan awal amat dipengaruhi oleh pengalaman individu dalam berinteraksi dgn lingkungannya. Oleh dikarenakan itu, perbedaan lingkungan sanggup mengakibatkan perbedaan kekuatan awal. Perbedaan kapabilitas awal mengakibatkan
perbedaan kebolehan utk mengelaborasi kabar baru buat membangun struktur kognitif.
Bersama menonton perbedaan-perbedaan itu rupanya dalam menuntut ilmu serta dituntut individualisasi supaya diperoleh hasil menuntut ilmu yg optimal. Permasalahan yg timbul ialah macam mana mengakomodasi perbedaan karakteristik individu dalam pembelajaran. Permasalahan berikutnya yaitu komponen-komponen pembelajaran yg mana saja bakal diadaptasikan dgn karakteristik individu yg teramat bermacam macam.